Recent Posts

Posts RSS

..........................................

Amazon

Kiat Menghadapi Bos Yang Perfeksionis

Kiat Menghadapi Bos Yang Perfeksionis

KOMPAS.com,
Jakarta - Bekerja dengan bos yang perfeksionis memang bagus untuk pengalaman kerja namun juga sering mengesalkan. Tetapi bukan berarti Anda langsung menyerah dan tak lagi semangat bekerja.

Mempunyai bos yang perfeksionis sering kali membuat kesal. Semua pekerjaan yang dilakukan selalu kurang dimatanya. Tidak jarang Anda harus mengulangi pekerjaan tersebut atau mendapatkan cacian dari si bos.

Banyak orang yang tidak betah menghadapi bos semacam itu. Bahkan tidak jarang yang berhenti sebelum kontrak mereka berakhir. Padahal banyak sisi positif yang bisa diambil dari seorang bos yang perfeksionis.

Yang pertama kali harus diingat adalah selalu berpikir positif dalam menanggapi keluhannya. Jangan 'ngedumel' dalam hati karena hal tersebut akan membuat pekerjaan Anda semakin berat.

Amati apa yang ia inginkan. Jika perlu, catat semua poin yang selalu ia tekankan. Sebelum menyerahkan pekerjaan, periksa kembali pekerjaan Anda dan pastikan semua poin yang ia inginkan sudah dalam keadaan sempurna.

Belum berhenti sampai di sana saja, ketika Anda sudah lancar mengerjakan pekerjaan tersebut, maka tingkatkan waktu pengerjaan. Semakin cepat Anda selesaikan, semakin baik nama Anda dimatanya.

Jika Anda bisa mengatasi segala tuntuntan bos, maka secara tidak langsung Anda sudah meningkatkan skill Anda sehingga terbiasa bekerja di bawah tekanan. Hal ini akan menjadikan Anda seorang pekerja keras dan memiliki standar kualifikasi yang tinggi.

0 komentar

Alasan Pengunjung Batal Berbelanja Melalui Website Anda

Alasan Pengunjung Batal Berbelanja Melalui Website Anda

KOMPAS.com,
Sebagai pemilik bisnis baru, Anda tentu harus memperkenalkan diri lebih dulu kepada calon pembeli. Dengan membangun website, atau mengkhususkan diri pada bisnis online, sebenarnya Anda mempunyai kesempatan untuk menyiarkan bisnis Anda ini. Sayangnya, banyak pemilik bisnis kecil yang tidak memberikan informasi yang lengkap untuk pengunjung. Padahal, kurangnya informasi ini akan mengundurkan niat pengunjung untuk berbelanja.

Carol Tice, kolumnis bisnis di berbagai surat kabar, dan CEO dan Janitor dari TiceWrites Inc., membagi 5 alasan mengapa website Anda dianggap kurang asyik oleh pengunjung:

1. Informasi mengenai kontak diri Anda tidak terlihat pada home page. Pengunjung website tentu ingin tahu siapa pengelola website, dan bagaimana cara menghubungi Anda. Bila mereka tidak bisa melihat dimana letak nomor telepon, alamat, atau bahkan tab "Contact Us", apa yang bisa Anda harapkan? Tak ada gunanya membuat kesan kosmo, global, misterius, atau Anda ada di segala tempat, karena hal ini hanya membuat Anda terlihat amatir. Pengunjung tentu ingin melihat dimana kota tempat Anda berada, sehingga dapat memprediksi berapa lama kira-kira barang yang dipesan sampai ke tujuan. Adanya nomor telepon juga memudahkan pengunjung untuk langsung mengetahui dimana Anda berbasis.

Idealnya, contact info, atau contact link, harus langsung bisa dilihat di bagian atas web page, tanpa perlu meng-scroll down layar. Menuliskannya di bagian terbawah layar, dalam huruf Times New Roman 8 pt, berwarna putih di atas dasar abu-abu, hanya menyulitkan pencarian calon pembeli potensial Anda. Melengkapi informasi dan menampilkannya dengan jelas tak hanya memudahkan calon pelanggan, tetapi juga membuka peluang majalah atau suratkabar mewawancarai Anda.

2. Anda hanya menyediakan formulir fill-in email. Tahukah Anda bahwa formulir email yang Anda sediakan di contact page tidak akan digunakan? Sebab, tidak ada orang yang ingin mengisi formulir tersebut. Pengunjung merasa tidak dikenal, dan siapa yang akan menerima email mereka. Jika Anda senang menggunakan formulir karena dapat menangkap data langsung ke dalam sistem CRM untuk Anda, atau apa pun alasan Anda, paling tidak cantumkan alamat email Anda, dan berikan pilihan untuk mengklik sebuah link.

3. Anda tidak memiliki nomor telepon. Selain tidak mencantumkan alamat, website Anda juga tidak menuliskan nomor telepon. Anda khawatir nomor telepon Anda disalahgunakan, atau menerima telepon-telepon iseng. Jadi Anda hanya mengandalkan email dan fill-in form. Padahal, cara seperti ini hanya membuat calon pembeli berpikir bahwa Anda tidak berpengalaman.

4. Halaman "About Us" tidak menceritakan kapan perusahaan Anda didirikan, dan oleh siapa. Informasi ini tentu diperlukan jika bisnis Anda sudah berkembang. Jika produk atau jasa Anda disukai orang, mereka tentu ingin mengetahui siapa yang ada di balik bisnis hebat ini. Wartawan tentu juga ingin mencari cerita-cerita unik untuk disampaikan. Misalnya, Anda ternyata bekerja sama dengan seorang sosialita dan mantan artis remaja untuk mendirikan kafe yang kini menjadi tempat nongkrong remaja itu. Bagaimana persahabatan Anda berakhir dengan bisnis ber-omzet besar ini, itulah yang menarik bagi pelanggan.

5. Halaman "News" atau "Press" tidak memiliki kontak untuk media. Anda memiliki halaman khusus untuk press release, kliping artikel dari majalah atau suratkabar yang pernah memuat artikel tentang bisnis Anda, tetapi Anda tidak menyediakan kontak untuk media lain yang ingin menghubungi Anda. Bila calon pembeli tidak punya cukup waktu untuk mencari kontak Anda (padahal kebutuhan sudah mendesak), atau wartawan sudah menghadapi deadline, mereka tak akan membuka laman Anda lagi lain waktu.

0 komentar

Membuat Uang "Bekerja" untuk Anda

Membuat Uang "Bekerja" untuk Anda

KOMPAS.com
Bukan hal yang keliru kalau ada yang beranggapan bahwa besarnya penghasilan tidak selalu berbanding lurus dengan besarnya kekayaan. Seseorang yang penghasilannya di atas Rp 10 juta sebulan, misalnya, bisa saja kehidupan keuangannya lebih ”susah” ketimbang karyawan yang penghasilannya sebesar Rp 5 juta per bulan.

Kok bisa begitu? Bisa saja. Sebab, berapa pun kecilnya penghasilan, sepanjang pengeluaran lebih rendah ketimbang pemasukan, berarti memiliki cash flow positif yang bisa dipergunakan untuk meningkatkan kekayaan.

Di sisi lain, berapa pun besarnya penghasilan, jika pengeluaran lebih besar dibandingkan pemasukan, posisi keuangan akan defisit. Itu berarti sebagian kebutuhan akan dibiayai oleh utang. Dus, tidak ada sumber dana yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan aset. Yang ada adalah penurunan kekayaan secara bertahap karena aset akan dipergunakan untuk pembayaran utang.

Oleh karena itu, tingkat kekayaan seseorang sebenarnya tidak diukur dari besarnya penghasilan, melainkan lebih bergantung pada karakter pengelolaan penghasilan. Singkatnya, berapa pun kecilnya penghasilan, tetap dimungkinkan menjadi kaya jika mau dan mampu melakukan inovasi dalam pengelolaan keuangan.

Apa itu inovasi keuangan? Sederhananya adalah melakukan hal yang berbeda dalam pengelolaan keuangan. Misal, jika orang kebanyakan menggunakan kartu kredit untuk berutang, dalam koridor inovasi keuangan, penggunaan kartu kredit adalah untuk memanfaatkan tenggang pembayaran sehingga Anda bisa menggunakan dana pihak lain, dalam kurun waktu tertentu tanpa biaya apa pun.

Jadi, jika Anda berbelanja pada hari ini dan kemudian melunasinya sebelum jatuh tempo, berarti Anda bisa mendapatkan tambahan cash flow dalam kurun waktu tersebut, yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal.

Bayangkan, jika Anda bisa membeli barang dengan harga ”X”, misalnya, lalu menjualnya kembali dengan harga ”X” plus keuntungan, Anda telah berbisnis tanpa modal dan bahkan memperoleh untung. Dengan kata lain, utang yang digunakan untuk kegiatan produktif merupakan salah satu inovasi keuangan. Apalagi jika utang itu sendiri diperoleh tanpa biaya apa pun, seperti penggunaan kartu kredit di atas.

Bagaimana jika utang itu menimbulkan biaya bunga? Tidak masalah. Sepanjang biaya bunga masih lebih rendah dibandingkan keuntungan yang diperoleh, tetap saja Anda tergolong kalangan yang inovatif. Jadi, ringkasnya, menumbuhkembangkan aset bisa dilakukan tanpa modal. Modal itu diperoleh dari utang. Lalu dipergunakan untuk berbisnis. Dan hasil bisnis tersebut mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan biaya utang itu sendiri.

Aset produktif
Contoh inovasi keuangan lainnya adalah memiliki sebanyak mungkin aset produktif dibandingkan aset konsumtif. Pernahkah Anda melihat pedagang yang tinggal di sebuah ruko, di mana lantai paling bawah digunakan untuk berdagang, sementara lantai di atasnya digunakan sebagai tempat tinggal?

Artinya, tempat usaha dan rumah tinggal menjadi satu. Dengan kata lain, rumah tinggal si pedagang tersebut bukan sekadar rumah tinggal, tetapi telah menjadi aset produktif yang bisa menghasilkan uang, alias tempat berbisnis. Bagaimana dengan Anda? Boleh jadi Anda memilki rumah lebih dari satu. Dan rumah yang tidak Anda tinggali setiap bulan malah menguras kantong Anda karena mesti membayar biaya listrik dan biaya pemeliharaan lainnya. Malah kondisi rumah terus merosot karena faktor usia dan lain sebagainya. Konkretnya, beberapa rumah yang Anda miliki bukan saja tidak produktif, tetapi malah menjadi beban. Oleh karena itu, rumah tersebut mesti diproduktifkan, dalam arti memberikan penghasilan, misalnya disewakan kepada pihak lain.

Selain rumah, coba lihat lagi berbagai kekayaan yang Anda miliki. Cermati apakah aset tersebut sekadar sebagai aset konsumtif, atau alat menjaga gengsi belaka, atau memang tergolong produktif. Jika Anda memiliki perhiasan emas yang nilainya meningkat, perhiasan itu tergolong aset produktif yang bisa menambah kekayaan Anda. Begitu juga dengan lukisan yang nilainya bisa saja mengalami peningkatan. Ringkasnya, aset produktif adalah aset yang memiliki nilai investasi.

Inovasi keuangan juga bisa dilakukan dengan cara pemilihan investasi yang tepat. Pengertian investasi yang tepat di sini adalah bagaimana menyuruh uang Anda ”bekerja” untuk Anda. Jadi, uang menghasilkan uang. Bagaimana caranya? Lakukan investasi aktif.

Investasi aktif adalah secara reguler memilih dan mengevaluasi investasi yang telah dilakukan. Di pasar modal, misalnya, sebagian kalangan membeli saham, lalu terus memegangnya dalam kurun waktu yang lama, dengan harapan memperoleh dividen dan capital gain. Ini memang tidak salah. Tetapi, dalam kurun waktu tersebut, bisa saja harga saham yang dipegang mengalami kemerosotan harga. Kalangan yang memegang saham tersebut boleh jadi tidak peduli atau malah menjualnya karena khawatir harga saham akan semakin merosot.

Nah, seorang investor aktif tidak akan bersikap seperti itu. Ia malah akan membeli lagi saham dimaksud pada harga yang lebih rendah. Kenapa? Karena tujuan memegang saham dimaksud adalah untuk jangka panjang. Dan ketika harga saham merosot, dilakukan pembelian agar secara rata-rata biaya pembelian saham menjadi lebih murah. Contoh-contoh lain tentang investasi aktif telah banyak diulas dalam tulisan-tulisan terdahulu di kolom ini.

Yang terakhir adalah inovasi keuangan dalam pengelolaan biaya. Pernahkah Anda mendengar istilah ”must have” vs ”nice to have”? Coba terapkan itu dalam perilaku pengeluaran biaya Anda. Berapa banyak Anda menghabiskan uang untuk membeli barang-barang yang sekadar ”nice to have”? Boleh jadi, kalau ditotal seluruh pembelian Anda, terutama pengeluaran yang bersifat harian, akan lebih banyak yang tergolong ”nice to have”.

Jika Anda bisa memotong biaya ”nice to have” 50 persen saja, akan sangat banyak tabungan yang Anda peroleh dan bisa dimanfaatkan untuk kegiatan keuangan lain yang lebih produktif. Selamat mencoba.

0 komentar